DUA DEKADE: Alex Flor nampang di markas LSM yang dia pimpin di Berlin,
Jerman. Watch Indonesia! secara khusus memelototi kondisi sosial,
politik, dan lingkungan. (Diar Candra/Jawa Pos)
Di Jerman ada LSM yang lebih dari 20 tahun memelototi kondisi sosial politik Indonesia. Namanya Watch Indonesia! Berikut catatan wartawan Jawa Pos DIAR CANDRA yang awal Juni lalu mengunjungi markas LSM itu di Berlin.Laporan Diar Candra , Berlin
Di Jerman ada LSM yang lebih dari 20 tahun memelototi kondisi sosial politik Indonesia. Namanya Watch Indonesia! Berikut catatan wartawan Jawa Pos DIAR CANDRA yang awal Juni lalu mengunjungi markas LSM itu di Berlin.Laporan Diar Candra , Berlin
BERBAGAI poster dan foto acara dalam berbagai ukuran
terpasang di kantor Watch Indonesia! di salah satu ruangan apartemen di
kawasan Urbanstrasse 114 Berlin. Ada poster peringatan meninggalnya
aktivis HAM Munir di Berlin, diskusi soal Papua dan Timor Leste, dan
foto pementasan wayang karton.
Selain poster-poster perlawanan, dalam ruang utama yang berukuran 3 x
4 meter tersebut, terdapat ratusan buku yang tertata rapi dalam rak-rak
kayu. Ada yang berbahasa Jerman, Indonesia, dan Inggris.
Sebagai lembaga non-governmental organization (NGO) di
Berlin, Watch Indonesia! adalah corong bagi berbagai isu politik, hak
asasi, demokrasi, dan lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia dan
Timor Leste. Di sela-sela meliput final Liga Champions 2015, saya mampir
ke kantor LSM (lembaga swadaya masyarakat) itu. Kebetulan saat itu di
markas Watch Indonesia! sedang diadakan diskusi yang membahas dukungan
mereka atas penolakan reklamasi Tanjung Benoa, Bali.
Alex Flor, salah seorang pendiri sekaligus wakil direktur Watch
Indonesia! mengatakan, Watch Indonesia! lahir setelah dua saksi mata
tragedi Santa Cruz, Dili, Timor Timur (kini Timor Leste), berkeliling
Eropa. Keduanya bukan orang Indonesia. Yakni, Russel Anderson dari
Australia dan Saskia dari Belanda. Dua saksi tersebut berkeliling Eropa
sambil menceritakan peristiwa di pemakaman umum Santa Cruz, Dili, itu.
’’Dua orang itu singgah di Berlin, London, Brussel, dan Paris untuk
bercerita apa yang terjadi di Santa Cruz sana. Sebagai orang yang pernah
punya ikatan dengan Indonesia, saya merasa terdorong untuk lebih peduli
kepada Indonesia. Lalu, terbangunlah diskusi dengan beberapa orang,
kemudian lahirlah Watch Indonesia! ini,” jelas Alex.
Insiden Santa Cruz terjadi pada 12 November 1991. Ribuan warga Timor
berunjuk rasa tepat dua pekan setelah kematian Sebastiao Gomes Rangel,
pemuda Timor Leste yang tewas tertembak milisi prointegrasi di Gereja
Motael, Dili. Jenazah Sebastiao akan dimakamkan ulang di Santa Cruz
dalam sebuah prosesi yang mengundang ribuan orang.
Dalam tragedi Santa Cruz tersebut, lebih dari 200 orang meninggal
karena berondongan peluru tentara. Yang membikin miris, mayat para
korban disingkirkan entah ke mana. Konon, baru 186 kerangka korban
tragedi Santa Cruz yang ditemukan.
’’Peristiwa berdarah itu memacu kesadaran komunitas internasional,
media, dan para aktivis saat itu bahwa Soeharto sebagai presiden semakin
sering menggunakan militer sebagai alat kekuasaan,’’ ucap pria Jerman
yang fasih berbahasa Indonesia tersebut.
Alex berkenalan dengan Indonesia cukup lama. Pada 1990 dia menjadi
periset di Institut Teknologi Bandung (ITB). Setahun sebelumnya lulusan
teknik lingkungan dari Technische Universitat Berlin itu bekerja di
Padang, Sumatera Barat.
Sekembali dari Bandung, Alex menetap di Berlin. Namun, hati Alex yang
kadung cinta Indonesia tidak bisa melupakan keramahtamahan orang-orang
Indonesia. Hanya, dia menyesalkan karena penguasa Indonesia begitu
semena-mena kepada rakyatnya.
”Makanya, setelah diskusi tentang tragedi Santa Cruz itu, saya merasa
harus ada gerakan yang mengawal, mengawasi, dan memelototi proses
demokrasi, politik, dan hak asasi di Indonesia. Lalu, lahirlah Wacth
Indonesia! ini,” tutur Alex.
Pada 1994 Watch Indonesia! didaftarkan ke pengadilan Jerman untuk
mendapatkan legalitas secara hukum. Setelah berbadan hukum, Watch
Indonesia! semakin gencar menggelar diskusi, bedah buku, sampai menonton
film bersama. Jejaring dengan berbagai LSM asal Indonesia pun semakin
diperbanyak.
Jumlah aktivis Watch Indonesia! yang aktif saat ini 55 orang.
Mayoritas adalah para mahasiswa Indonesia yang sedang studi di Berlin.
Ada juga yang tinggal di Hamburg, Dresden, dan Koln.
Kegiatan-kegiatan yang diprakarsai Watch Indonesia! sejauh ini cukup
mendapat respons positif dari berbagai kalangan. Pada 1995, misalnya,
ketika Presiden Soeharto bersama Menteri Luar Negeri Ali Alatas serta
Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie hadir dalam pameran teknologi
di Hannover. Tanpa diduga, sejumlah aktivis Wacth Indonesia! mampu
menggerakkan aksi demo menentang kedatangan pemimpin Orde Baru tersebut.
”Apalagi, ketika itu tiga pejabat tersebut datang ke Jerman untuk menawar kapal perang bekas milik Jerman Timur. Itu kan
barang rongsok. Para aktivis di Jerman juga merasa dikhianati karena
saat itu pemerintah Jerman Timur berjanji tak akan membuang sisa barang
militer ke luar negeri. Rupanya janji tersebut diingkari,” ujar Alex.
Demo itu sempat membuat heboh petinggi Jerman dan Kedutaan Besar
Indonesia di Berlin. Bahkan, bus yang ditumpangi Pak Harto, Ali Alatas,
dan Habibie dicegat, lalu digoyang-goyangkan ratusan pendemo. Berdasar
laporan pendemo kepada Alex, kalau polisi Jerman tak segera mendatangi
lokasi itu, bukan tidak mungkin akan terjadi amuk massa yang lebih
besar. Untung, Soeharto, Ali Alatas, dan Habibie bisa segera
diselamatkan.
’’Saat itu saya berada di luar Hannover. Watch Indonesia! sedang
menggelar diskusi bersama Sri Bintang Pamungkas di Dresden. Anehnya,
beberapa anggota kami diinterogasi polisi karena dituduh ikut dalam aksi
demo tersebut,” tutur Alex.
Kenangan pahit lainnya adalah saat mereka akan menggelar diskusi
dengan mendatangkan (almarhum) Munir pada 2004. Diskusi belum
terselenggara, Munir tewas setelah diracun di dalam penerbangan ke
Eropa.
”Kami juga concern dengan isu-isu ketidakadilan di Papua dan
banyak daerah lain. Kami pernah dituding akan mendapat keuntungan
finansial dengan mengkritik pemerintah Indonesia. Kami juga dituding
punya kepentingan ekonomi di Indonesia. Itu tak benar,” ucap Alex, lalu
tertawa.
Basilisa Dengen, wakil direktur Watch Indonesia! yang lain,
menambahkan bahwa Watch Indonesia! akan terus berjuang untuk menegakkan
hak-hak asasi manusia. Untuk itu, setiap aktivitas mereka selalu di-update di situs Watch Indonesia! agar bisa diikuti banyak orang.
”Memang, secara historis Jerman tak seperti Belanda yang pernah
mengeksploitasi Indonesia ratusan tahun. Sehingga beberapa kalangan di
Jerman masih asing dengan Indonesia,” kata perempuan asal Tana Toraja,
Sulawesi Selatan, itu. (*/c10/ari)
Sumber: http://www.jawapos.com/
Tragedi Santa Cruz Lepasnya Timor Timur
PBB didesak mengadakan penyelidikan terkait pembantaian di Timor Leste
Sumber: http://www.jawapos.com/
Tragedi Santa Cruz Lepasnya Timor Timur
PBB didesak mengadakan penyelidikan terkait pembantaian di Timor Leste
Judul: Semua Berawal dari Tragedi Santa Cruz
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh 20.44
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh 20.44